KOD : TBIN1037
BILANGAN M/S : 263
SAIZ : 23.5cm x 15.5cm x 1.4cm
ANGGARAN SAIZ : B5
MUKA BUKU : Softcover
WARNA DALAM : Hitam putih
NAMA PENULIS : Muhammad bin ‘Umar bin Salim Bazmul
“Amal seorang hamba yang pertama kali dihisab pada hari kiamat (nanti) adalah shalatnya. Apabila shalatnya baik, maka baik pula seluruh amalnya dan apabila shalatnya buruk, maka buruk pula seluruh amalnya.” (HR. Ath-Thabrani dalam Al-Ausath)
Alangkah besar peranan shalat sehingga dapat menentukan baik dan buruknya amal seorang hamba di hadapan Allah SWT. Yang demikian itu dikeranakan shalat merupakan media pengabdian seorang hamba yang paling utama kepada rabbnya.
Shalat wajib yang dikerjakan oleh seorang muslim dengan sempurna sebanyak lima kali dalam sehari tentulah menjadi andalan untama amalannya. Meskipun demikian, shalat tathawwu’ (sunnah) tidak kalah pentingnya kerana shalat tersebut menjadi pengganti dan pelengkap kekurangan yang ada pada shalat fardhunya di hari perhitungan amal nanti. Hal itu sebagaimana disebutkan oleh haits-hadits shahih yang terdapat dalam kitab-kitab Sunan.
Yakinkah masing-masing kita telah mengerjakan shalat fardhu dengan sempurna? Sehingga kita tidak lagi membutuhkan shalat sunnah? Apabila kita ragu, sebaiknya berbekal diri dengan mengerjakan shalat-shalat sunnah.
Untuk memudahkan anda melaksanakan shalat sunnah, maka kami menerbitkan sebuah buku yang berjudul Meneladani Shalat-shalat Sunnah Rasulullah SAW. Buku yang ada di hadapan anda ini adalah terjemahan dari kitab Bughyatul Mutathawwi’ fii Shalaatit Tathawwu’, karya Muhammad bin ‘Umar bin Salim Bazmul.
Buku ini mengutarakan secara lengkap dan luas tentang shalat-shalat sunnah yang diajarkan oleh Rasulullah SAW, yang merupakan tambahan terhadap shalat fardhu (wajib). Pada risalah ini dapat juga diketahui rincian shalat-shalat sunnah Rasulullah SAW dalam sehari semalam, keutamaan, kedudukan, jenia, bacaan-bacaan, tata cara buku pelaksanaan, dan hal-hal lain yang berkaitan dengannya. Pada akhir buku ini disebutkan pual sejumlah shalat-shalat sunnah yang diajarkan oleh Rasulullah SAW (bid’ah) agar kita dapat menghindarinya. Sebab, syarat iabadah itu, selain ikhlas kerana Allah SWT, harus berittiba’ (mencontohi) Rasulullah SAW dalam tata cara pelaksanaannya.